Jumat, 25 Januari 2008

Suratku Untuk Perempuan-perempuan Hebbuat

Bunda Khadijah binti Khuwailid dalam ridha dan maghfirahNya, Tolong nasehati aku bagaimana menjadi sedemikian teguh di jalan ini? Mungkin zaman hanya mampu sekali melahirkan perempuan semulia engkau sepanjang usia dunia. Hingga Rasulku berkata, “Tidak. Demi Allah, aku tidak pernah mendapat pengganti yang lebih baik daripada Khadijah. Ia beriman kepadaku saat yang lain ingkar. Ia mempecayaiku kala yang lain mendustakanku. Ia yang memberiku harta kala yang lain enggan memberi. Ia memberiku keturunan, sesuatu yang tidak dapat diberikan oleh istri-istriku yang lain.” Izinkan aku meminjam cermin keutuhan pribadi dan kesucian yang terjaga yang kau miliki, Bunda. Agar kumampu memperbaiki rupa suluk-ku, menjaga ‘izzah-ku. Betapa sekelumit ujian begitu mudah melemahkan anandamu, muslimah di hari ini. Timbunan kesah, dumalan, dan prasangka yang diringi serapah panjang telah menjadi warna keseharian. Belum lagi keterpedayaan yang begitu mudah menjerat. Padahal, atas segala peluh, lelah, cemas, luka, dan air mata kala ujian dakwah sedemikian hebat, tak sedikitpun keluh keluar dari lisan agungmu. Tutur katamu yang meneguhkan semangat juang sang Rasul mulia. Senyum yang menghapus segala gulana. Dalam usiamu yang tak lagi muda, segala telah kaucurahkan dalam menyusun batu bata bangunan dakwah sejak awal kereta perjuangan ini melaju. Harta dan jiwa. Hidup dan cinta. Tak ada lagi yang tersisa, kecuali jawaban dari Allah yang dipesankan melalui rasulNya, “Aku diperintahkan untuk memberi kabar gembira kepada Khadijah bahwa akan dibangun untuknya di surga sebuah rumah dari permata, tidak ada hiruk pikuk dan lelah di sana.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad). Bunda Asma binti Abu Bakar dalam maghfirahNya, Ajari aku menjadi sekokoh karang yang dihempas gelombang, tidak menimbun diri dalam sejuta alasan yang menghalangi amanah perjuangan ini. Bebatuan tajam goa Tsur telah menjadi menyaksikan. Hamparan padang pasir yang panas telah melihat. Dua ikat pinggangmu adalah bukti. Betapa luka pada telapak kakimu adalah mutiara. Kala usia kandunganmu yang tua, bagimu, bukan alasan yang memberatkanmu merentas misi dakwah yang berbahaya kala booming peristiwa hijrah ke Madinah di kalagan kaummu. Rasul harus selamat. Maka, apapun rela engkau pertaruhkan. Ya, apapun dan bagaimanapun. Bahkan saat usiamu senja, matamu tak lagi mampu melihat dengan jelas. Namun, ruh jihad yang tetap bergelora menjadikan usia 93 tak sedikitpun meredupkan bashiroh-mu. Seperti katamu saat itu, “Bersabar dan bertawaklallah… jika karena mengharapkan dunia dan seisinya, maka kamu adalah seburuk-buruknya makhluk.” Wahai Al Khansa bunda para syuhada yang mulia, Ajari kami menjadi Al Khansa di abad ini. Tahukah, Bunda? Hari ini, betapa banyak orang yang ingin dipanggil dengan awalan kata “bunda” pada namanya. Bunda Neno, Bunda Titik Puspa, hingga bunda Dorce! Atau gelar “mama” seperti mama Justine, mamamia, sampai mama Laurent ahli nujum. Kata “Bunda” adalah prestise kemuliaan bagi seorang perempuan. Ummul madrasah atau bunda peradaban. Sebuah gelaran atas nilai perjuangan yang sempurna, nilai sentuhan kelembutan yang istimewa, serta nilai tarbiyah yang cume laude atas jundi-jundi Allah yang terlahir dari rahimnya. Cukuplah gelaran itu menggambarkan sosokmu, Bunda Al Khansa. Matahari yang melahirkan matahari. Syuhada yang melahirkan para syuhada. Syuhada dari suami yang syuhada. Hingga hanya rombongan malaikat yang mulia yang layak menjemput ruh-mu yang agung menemui Robb Yang Maha Agung. Maka, mungkinkah rahim seorang pemalas dengan segala ekspresi kelemahannya melahirkan ksatria Allah yang tangguh? Bukankah khalifah kedua Umar bin Khatab ra keturunannya bersambungan dengan Khalifah “kelima” Umar bin Abdul ‘Aziz pada seorang muslimah pemerah susu sapi yang jujur itu? Wahai ummul mukminin yang Allah muliakan serta bunda para mujahidin… Terima kasih atas untaian ibrah pada kisahmu…

5 komentar:

Anonim mengatakan...

salam kenal ukhti,, wah kita mungkin punya selera warna yang sama ni,,
met menjadi putri hebat!

Ummoe Mahabbah mengatakan...

salam kenal uhkti...

Juditha Elfaj mengatakan...

salam kenal juga, Ukhti..
Amiin! Smoga qta bs jd putri2 muslimah yg hebat ^_^

Unknown mengatakan...

ALlahu Yuhibbuk,, mudah2 an sll mendapat suatu refleksi dari Para 'Ibunya Orang muslim"

Juditha Elfaj mengatakan...

@ Miftah
Amiin ya Robbal 'alamiin... ^_^