Sabtu, 15 Maret 2008

CHECK THIS OUT

Karena suatu hal dan yang lainnya, Sahabat Kebaikan kini juga bisa dikunjungi di judithalfatih.multiply.com. Ditunggu kunjungannya ^_^

Jumat, 07 Maret 2008

PEMUDA LINTAS MASA

“Juned…” seru Apa, kakekku, berulang-ulang. Tak perlu bingung mencari orang yang rela dipanggi Juned kala tak satu orang pun bernama Juned di rumahnya sore itu.Ya, Juned adalah Judith, Judith adalah Juned. Tak perlu ada bubur merah dan bubur putih. Terima saja. Bicara Apa memang sudah kelu setelah kesehatannya drop beberapa bulan yang lalu. Kami cukup kesulitan memahami setiap ucapannya. Acap kali beliau marah karena ketidakmengertian kami. Karenanya, kami harus berhati-hati, jangan sampai beliau kesal.______ Selain kelu, suaranya tak lagi lantang. Tubuhnya yang dulu begitu gagah, kini hanya bagian kanannya saja yang bisa digunakan. Apa turun dari kasurnya dan terduduk atas lantai. Tangannya kepayahan menggeser atau bahkan untuk sekadar menopang tubuhnya sendiri. Entah sudah berapa lama Apa bertahan pada posisi demikian sampai akhirnya saya datang menghampirinya. “Ya Allah… Apa mau kemana?”, tanyaku. Sebuah senyuman menghiasi wajahnya yang keriput. Binar matanya memancarkan semangat yang tak terpadamkan. “Sudah hapal…”, jawab Apa sambil menunjukan catatan Al-Fathihahnya… ______ Subhanallah… baru kemarin. Setibanya saya di rumahnya yang asri ini, Apa bercerita dengan lisannya yang kelu, bahwa hafalannya hilang seketika, “Mau sholat, tapi lupa…”. Saya tidak bisa memahami benar apa maksudnya. Yang jelas, beliau meminta Juned menuliskan lafaz surat Al-Fatihah dan terjemahnya pada sehelai kertas. “Ya… ya..”, ujar beliau gembira. Beliau beberapa kali meminta Juned membacanya. “Benar… benar,” begitu katanya setiap kali Juned selesai membacanya.______ Ah, Apa… Rasanya juga seperti baru kemarin beliau dengan gagah mengisahkan perjuangannya saat muda mempertahankan Bandung Selatan kala peristiwa lautan api berlangsung. Atau, serunya beliau mendengarkan langsung orasi Bung Karno di lapangan Banteng sambil memekikkan kata “merdeka!”. Saya juga masih merekam jelas lisannya menceritakan lembar demi lembar buku “Di Bawah Bendera Revolusi” buah karya idola dan mas’ulnya saat itu. Orde lama benar-benar sangat berpengaruh bagi mantan tentara PETA ini. Loyalitas yang begitu kuat, pemikiran yang begitu lekat, semangat yang begitu pekat. Sayangnya, zamannya tidak kuasa membangun keperkasaan ruhani yang gagah…______ Buku-buku nasionalis dan fisafat adalah fitur utama koleksinya. Bi’ah islam sama sekali tidak mendominasi keluarga yang ia bangun. Ukhrawi adalah prioritas ke sekian. Kebahagian keluarga adalah orientasi utama. Salahkah? Tidak juga. Hanya saja terlalu fana dan gersang. Barulah setelah anak-anaknya berkeluarga, tepatnya setelah masa “reviva” tarbiyah di Indonesia pada 2 dekade terakhir ini, ruh islam itu baru sedikit berhembus. Dimulainya era “keterbukaan” akhirnya semakin menguatkan sentuhan dan penerimaan dakwah. Disadari atau tidak, umat adalah saksi perbaikan ini…_____ Pemuda memang rahasia kekuatan dari setiap kebangkitan. Setiap zaman memiliki tantangannya masing-masing. Setiap marhalah, ada rijalnya tersendiri. Namun, setiap karya dibatasi waktu sebagaimana masa muda yang sementara saja. Kemanapun telah kau langkahkan kakimu… Bersiaplah karena kita pernah tahu kapan perjalanan kita akan berakhir pada batas yang tiada akhir. Bukankah sebaik-baik amal adalah yang di akhir? Semoga kita dapat mengakhiri hidup ini dalam keadaan yang baik. Allahumma inna nas-aluka husnul khatimah… (Bandung,070308. Semoga Allah sll sayang)

Rabu, 05 Maret 2008

CEPATLAH MENJADI KUPU-KUPU

Adalah saya sebagai orang pertama yang merasakan nuansa aneh di rumah. Serangan yang selalu melanda setelah menggunakan air dari kamar mandi belakang adalah merupakan dari misteri ini. Tidak ada orang yang sepakat dengan fenomena yang saya utarakan ini awalnya. Semula mereka menuduh bahwa saya berimajinasi terlalu tinggi dan mengalami skizofrenia (ga segitunya sih). Yang jelas saya tertuduh sebagai orang yang kurang bisa jaga kebersihan. Enak aja! Memangnya saya upik abu (lho?). *** Hari berganti hari. Akhirnya warga rumah saya merasakan serangan yang serupa. Mulai dari Mbak Ruli, Mang Ujang, Bapak, Ibu, Aa’, Teteh, pokoknya siapa saja yang bisa masuk kijang (?). konferensi internal rumah pun digelar guna menyelesaikan masalah ini. Insting detektif Conan saya mengatakan bahwa ada yang salah dengan air di rumah kita. Ini berarti berkaitan erat dengan tangki air yang berada dekat dengan dengan perkebunan salak atau bisa kita sebut dengan kebon salak. Hipotesa awal kami terima dari pendapat ibunya Wili (tetangga saya) bahwa hal ini dilatari dengan tumbuhnya pohon-pohon bamboo di belakang rumah saya. Angin yang menghempas tumbuhan bamboo yang masih kecil itu biasa menerbangkan serbuk kecil yang bersifat gatalik (baca: menyebabkan rasa gatal, red). Serbuk-serbuk itulah yang jatuh di tangki air dan menyebabkan fenomena gatal masal ini. *** Jadilah kami sekeluarga menganut ideology caduibakisme (baca: cadu-ibak-isme. Taken from Sundaness, means jarang mandi ^_^) guna menghindari gatal yang diakibatkan oleh air rumah kami. Tak sampai berapa lama, kami tak tahan dengan kebijakan ini karena badan kami tetap saja gatal (ya iyalah, sapa suruh kagak mandi…). Dengan demikian, hipotesa 1 tertolak. Insting Conan saya kembali berjalan. Saya mencurigai penghuni sebelah adalah pelaku sabotase air rumah kami (walaupun jelas ini belum seberapa dibandingkan sabotase air dan listrik warga Gaza oleh Zionis la’natullah’alaihim). Benarlah, pagi hari tepat sebelum A Fahmi (korban 1) berangkat, pelaku ketangkap basah tengah melakukan aksinya. Ia mendarat tepat di tubuh Fahmi di ruang dekat belakang yang kemudian kami sepakati sebagai TKP. Korban selanjutnya adalah Kukuh dan Fajar (murid saya). Namun, kali ini aksi pelaku tidak ketahuan. Beberapa hari kemudian, pelaku kedapatan kembali melakukan aksinya terhadap Pak Syarif and the genk saat memperbaiki kendaraan keluarga kami, lalu beraksi juga tepat di tangan kiri Mang Ujang, disusul oleh Mpok Ati yang sedang mampir ke rumah. Tidak kurang 10 orang sudah menjadi korban… *** Berikut adalah ciri pelaku. Nama: U**t B**u. Bertubuh kenyal. Tinggi sekitar 0,5 sampai 1,3 cm. Panjang 2 sampai 6 cm. Gondrong alias berbulu lebat. Hidup di lingkungan seperti sebelah rumah saya, tepatnya sekitar pepohonan dan aktif di musim penghujan. Hidup dalam beberapa minggu dan kemudian akan mengalami tahap metamorfase selanjutnya, yaitu menjadi kepompong dan kupu-kupu yang indah. *** Tidaklah Allah menciptakan sesuatu begitu saja tanpa suatu haq (“Ya Tuhan kami, tiada-lah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” - QS. Ali 'Imran, 3: 191). Sungguh, adalah kewajiban bagi manusia untuk dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah…. Dengan demikian, orang tersebut akan mengenal Sang Pencipta yang menciptakan dirinya dan segala sesuatu yang lain, menjadi lebih dekat kepada-Nya, menemukan makna keberadaan dan hidupnya, dan menjadi orang yang beruntung dunia dan akhirat. *** Ulah perlindungan diri ulat bulu seperti tadi mungkin memang sepele saja. Namun, bukankah kita (seharusnya) sudah sepakat akan hikmah besar dari tahapan hidup si ulat (telor-telor, bulet-bulet, kepompong, kupu-kupu, kasian…. Terusin sendiri deh). Menjijikan, bahkan mungkin menakutkan bagi sebagian orang. Tunggu saja beberapa pekan lagi, niscaya akan kau dapati si ulat gondrong tadi telah menjadi kupu-kupu nan indah. Perjalanan menuju keindahan memang butuh proses… yang tidak selalu indah. Namun, jangan biarkan nafsu isti’jalmu memaksanya segera berubah karena itu hanya akan menyakitinya saja. *** Mungkin sepele saja. Namun, ingatlah bahwa 2 hal yang paling sering melalaikan manusia; yaitu nikmat waktu luang dan nikmat sehat. Jadi…, gatalkah tubuhmu hari ini? Jika tidak, berarti tubuhmu cukup sehat. Oleh karena itu, bersyukurlah dan berdoalah agar ulat bulu itu segera menjadi kupu-kupu...