Minggu, 10 Mei 2009

Terjadi (Antara Fiksi dan Non-fiksi Kehidupan)

Memang setiap keyakinan perlu pembuktian. Bukan sekadar tutur lisan, tapi keteguhan hati menjaganya dan kejelasan aplikasi yang konsisten dalam keramaian maupun kesendirianmu. Memang setiap kelemahanmu menjadi celah yang “empuk” untuk membuktikannya. Kekuatanmu teruji di titik lemahmu. Sebagaimana telah sejauh ini kau mengurai segala asa dan rasa, cita dan cinta, pemikiran dan perasaan, melogikakan emosi, memandai jiwa, dsb, kini semua seolah melilitmu sedemikian erat. Tiada tempat untuk berlari kecuali kembali padaNya. Tiada ruang dusta pada nuranimu sendiri. Gundahmu dan kejelasan yang kaupahami. Kebingunganmu dan jawaban yang kaupelajari. Surutmu dan hentak pasang yang kausimpan. Apa yang (seharusya) kamu lakukan dan apa yang pernah kausampaikan… Mungkin kau, bahkan aku sendiri, tak pernah bayangkan bagaimana mungkin semua bisa bergulir seperti ini… Perasaan dan perhatianmu dihempas ombak emosi yang kompleks. Semua hampir menyerupai tema yang selama ini kamu sampaikan pada sahabat-sahabat dakwahku. Ingatkah kala ilustrasi-ilustrasi yang saat itu hanya lintasan pikiranmu, mengundang berjuta perhatian, menguak emosi, mengundang takjub dan mungkin juga tawa objek dakwahmu, kini benar-benar kamu alami… Dari puisi, cerpen, narasi, dan naskah drama itu. Tentang kekokohan cita, keagungan cinta, kemuliaan pilihan, ketegasan perasaan, ketetapan langkah… Kamu sendiri yang harus dan mampu membuktikan keyakinan yang kamu pahami kebenarannya. Kamu sendiri yang harus dan bersegera membuat keputusan sesuai yang kamu pelajari. Kamu dan keharusanmu untuk tegas dan lugas bukan untuk memilih “Siquai”, “Papandayan”, atau menerabasnya dengan “agro-Bromo”… Melainkan menyikapi idealisme yang kadang tidak rasional dan realisme yang terlalu pragmatis, dengan jalan yang benar… 09052009 LaaHaulaWaLaaQuwataIllaBiLLah (foto:dnd)

Kamis, 12 Maret 2009

Kala Mencinta

Mencintai bunga, kelak ia akan layu. Mencintai mentari, kelak ia akan terbenam. Mencintai sepi, kelak ia akan menenggelamkanmu dalam hampa. Kokohlah semampumu, duhai cinta. MencintaiNya setinggi-tingginya yang kau bisa. Kelak, kau akan temukan cinta yang tak pernah redup, Karena Dia yang menjaganya… (2 Maret 2008)

Kisah Teman Ke Syurga

Teman istimewa. Bahkan engkau tidak mengenalinya sebagai gadis biasa, melainkan hampir bidadari. Suatu saat dalam sejarah cintamu, kelak engkau akan menuliskan sebuah jenak dimana bidadari itu tidak menemanimu hanya sekadar untuk merebut kembali selendang yang kau curi. Dia hanya menemanimu seiring sekeping hatinya yang telah kau curi. Tidak lama. Akan tiba masanya di mana ia harus meninggalkanmu dan kembali pada syurganya. Kemudian, ia akan menantimu setelah ia meninggalkan syurga yang serupa dalam hatimu. [would u know my name if I saw u in heaven?]

Sabtu, 18 Oktober 2008

Pesan Cinta dari Pelangi

Telusur Bunga

Bukan mawar merahmu! / Tidak merona dan memikat / Tidak menyengat dan menggoda / Tidak menjebak dan menusuk ______ Hanya melati putih nan sederhana / Mewangi dan menentramkan / Menawan dan terjaga / Namun tetap bukan milikmu!

Sabtu, 15 Maret 2008

CHECK THIS OUT

Karena suatu hal dan yang lainnya, Sahabat Kebaikan kini juga bisa dikunjungi di judithalfatih.multiply.com. Ditunggu kunjungannya ^_^

Jumat, 07 Maret 2008

PEMUDA LINTAS MASA

“Juned…” seru Apa, kakekku, berulang-ulang. Tak perlu bingung mencari orang yang rela dipanggi Juned kala tak satu orang pun bernama Juned di rumahnya sore itu.Ya, Juned adalah Judith, Judith adalah Juned. Tak perlu ada bubur merah dan bubur putih. Terima saja. Bicara Apa memang sudah kelu setelah kesehatannya drop beberapa bulan yang lalu. Kami cukup kesulitan memahami setiap ucapannya. Acap kali beliau marah karena ketidakmengertian kami. Karenanya, kami harus berhati-hati, jangan sampai beliau kesal.______ Selain kelu, suaranya tak lagi lantang. Tubuhnya yang dulu begitu gagah, kini hanya bagian kanannya saja yang bisa digunakan. Apa turun dari kasurnya dan terduduk atas lantai. Tangannya kepayahan menggeser atau bahkan untuk sekadar menopang tubuhnya sendiri. Entah sudah berapa lama Apa bertahan pada posisi demikian sampai akhirnya saya datang menghampirinya. “Ya Allah… Apa mau kemana?”, tanyaku. Sebuah senyuman menghiasi wajahnya yang keriput. Binar matanya memancarkan semangat yang tak terpadamkan. “Sudah hapal…”, jawab Apa sambil menunjukan catatan Al-Fathihahnya… ______ Subhanallah… baru kemarin. Setibanya saya di rumahnya yang asri ini, Apa bercerita dengan lisannya yang kelu, bahwa hafalannya hilang seketika, “Mau sholat, tapi lupa…”. Saya tidak bisa memahami benar apa maksudnya. Yang jelas, beliau meminta Juned menuliskan lafaz surat Al-Fatihah dan terjemahnya pada sehelai kertas. “Ya… ya..”, ujar beliau gembira. Beliau beberapa kali meminta Juned membacanya. “Benar… benar,” begitu katanya setiap kali Juned selesai membacanya.______ Ah, Apa… Rasanya juga seperti baru kemarin beliau dengan gagah mengisahkan perjuangannya saat muda mempertahankan Bandung Selatan kala peristiwa lautan api berlangsung. Atau, serunya beliau mendengarkan langsung orasi Bung Karno di lapangan Banteng sambil memekikkan kata “merdeka!”. Saya juga masih merekam jelas lisannya menceritakan lembar demi lembar buku “Di Bawah Bendera Revolusi” buah karya idola dan mas’ulnya saat itu. Orde lama benar-benar sangat berpengaruh bagi mantan tentara PETA ini. Loyalitas yang begitu kuat, pemikiran yang begitu lekat, semangat yang begitu pekat. Sayangnya, zamannya tidak kuasa membangun keperkasaan ruhani yang gagah…______ Buku-buku nasionalis dan fisafat adalah fitur utama koleksinya. Bi’ah islam sama sekali tidak mendominasi keluarga yang ia bangun. Ukhrawi adalah prioritas ke sekian. Kebahagian keluarga adalah orientasi utama. Salahkah? Tidak juga. Hanya saja terlalu fana dan gersang. Barulah setelah anak-anaknya berkeluarga, tepatnya setelah masa “reviva” tarbiyah di Indonesia pada 2 dekade terakhir ini, ruh islam itu baru sedikit berhembus. Dimulainya era “keterbukaan” akhirnya semakin menguatkan sentuhan dan penerimaan dakwah. Disadari atau tidak, umat adalah saksi perbaikan ini…_____ Pemuda memang rahasia kekuatan dari setiap kebangkitan. Setiap zaman memiliki tantangannya masing-masing. Setiap marhalah, ada rijalnya tersendiri. Namun, setiap karya dibatasi waktu sebagaimana masa muda yang sementara saja. Kemanapun telah kau langkahkan kakimu… Bersiaplah karena kita pernah tahu kapan perjalanan kita akan berakhir pada batas yang tiada akhir. Bukankah sebaik-baik amal adalah yang di akhir? Semoga kita dapat mengakhiri hidup ini dalam keadaan yang baik. Allahumma inna nas-aluka husnul khatimah… (Bandung,070308. Semoga Allah sll sayang)